Garam dan Terang Dunia
Oleh Pdt. M. John Medellu Jr.
Satu hari di sebuah tempat, terjadi suatu perkelahian hebat antara 3 orang kakak beradik. Perkelahian ini dipicu oleh upaya mencari keadilan atas pembagian warisan dari orang tua mereka yang terasa ada keganjilan. Sebelum wafat, sang ayah memiliki 11 ekor sapi, yang telah dibagi menurut pembagiannya yang telah di atur. Dan salah satu dari isi wasiat pembagian hartanya adalah, jangan pernah sapi itu harus dipotong, tapi bagilah sesuai dengan apa yang diwasiatkan. Sang kakak mendapat bagian ½, yang kedua mendapat bagian ¼, sedangkan yang bungsu mendapat bagian 1/6. Lalu matilah sang ayah, dengan tidak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai wasiatnya itu. Timbulah perkelahian diantara anak-anaknya kemudian.
Ketika sapi-sapi itu akan dibagi menurut wasiat sang ayah, 3 orang kakak beradik ini, menuntut bagiannya seperti yang diwasiatkan. Sang kakak meminta 5 setengah ekor, dari 11 ekor sapi, karena sesuai dengan isi wasiat, jadi salah seekor sapi harus dikorbankan dipotong. Tapi adik-adiknya tidak setuju karena isi wasiat itu adalah sapi-sapi ini bilamana akan dibagi-bagi, tidak mesti dipotong. Namun ketika adik-adiknya juga menuntun bagiannya, terpaksa sesuai isi surat wasiat, ada yang harus dipotong. Adik kedua sesuai wasiat, ¼ dari 11, maka dia dia harus mendapatkan2 ¾ bagian. Adik yang bungsu harus dapat 1,8 dari 11, karena isi wasiatnya adalah dia mendapatkan 1/6 bagian dari 11. Maka ketiga kakak beradik ini berkelahi menuntut hak mereka masing-masing terhadap warisan yang ditinggalkan oleh sang ayah, dan nampaknya persoalan ini tidak ada pemecahannya yang adil.
Sementara perkelahian itu berlangsung, datanglah seorang pengelana yang membawa seekor sapi. Pada waktu dia tiba di tempat dimana ketiga kakak beradik ini berkelahi, dia terkejut dan menanyakan sebab musabab perkelahian itu terjadi. Lalu diceritakanlah oleh sang kakak sebab perkelahian itu. Pengelana ini mendengarkan dengan seksama sambil mangut-mangut tanda berpikir. Kemudian setelah selesai diceritakan semua permasalahan yang ada, maka sang pengelana inipun berkata, “ini kuberikan kepada kalian sapiku, menjadi bagian dari sapi-sapi warisan kalian, bagilah itu sesuai dengan wasiat ayah kalian”. Sapi-sapi itupun kini berjumlah 12 ekor setelah ditambahkan oleh sang pengelana. Maka mulailah dibagi secara adil sesuai wasiat. Sang kakak yang dalam wasiat mendapat ½, maka dari 12 ekor dia mendapat 6 ekor. Adik kedua yang dalam wasiat mendapat ¼, mendapatkan 3 ekor dari 12, dan si bungsu yang dalam wasiat mendapatkan 1/6, mendapatkan 2 ekor dari 12 ekor.
Setelah dibagi secara merata dan adil berdasarkan wasiat yang diberikan ayah mereka ternyata jumlahnya pas 11 ekor, kelebihan seekor sapi. Maka sambil tersenyum sang pengelana yang tidak banyak bicara itupun, mengambil kembali sapinya yang tadi disumbangkan. Iapun meninggalkan ketiga kakak beradik ini yang telah berdamai setelah menerima warisan mereka secara adil tadi. Sang pengelana telah menjadi pembawa damai dan pembawa berkat bagi ketiga kakak beradik tadi.
Menjadi berkat bagi orang lain kadang tidak perlu dengan bersuara banyak, kadang tidak perlu dengan mengorbankan banyak hal, bahkan juga sering tanpa dengan mengorbankan diri kita. Namun pengorbanan yang kita berikan dirasakan betul artinya oleh orang lain yang menerimanya. Ingatkah kita akan filosofi garam dan terang yang diberikan Yesus dalam Alkitab? Matius 5:13-16, menjelaskan akan hal itu. Berapa banyak garam yang harus dituangkan pada suatu masakan? Hanya sedikit. Berapa besar terang itu jika dibandingkan dengan kegelapan? Hanya sedikit. Namun arti garam pada suatu masakan sangat terasa. Dan arti terang pada suatu kegelapan yang sangat pekat, sangat bermanfaat dan berarti.
Allah Ingin kita menjadi garam dan terang didunia ini, marilah menjadi seperti yang Allah inginkan itu dalam kehidupan ini, menjadi sesuatu yang berarti bagi keluarga kita, orang lain, bagi jemaat atau bagi siapa saja. Tuhan memberkati kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar